 |
Pakaian Perkawinan Bolaang Mongondow |
Adat Perkawinan
Setiap
rencana perkawinan diatur oleh orang tua. Anak masih patuh pada keinginan orang
tua. Seorang pemuda yang sudah dewasa diberi bekal ketrampilan oleh orang
tuanya, sebagai persiapan memasuki jenjang perkawinan, berupa ketrampilan
mengolah sagu hutan, berburu, memasak garam (modapug), dan lain-lain. Bila
sudah cukup persiapan, orang tua akan memberi tahu calon isteri dari keluarga
tertentu. Diadakanlah musyawarah antara keluarga kedua belah pihak. Dan pada
saat yang baik, calon suami disertai kaum keluarga membawa hasil-hasil olahan
calon suami menuju ke rumah calon isteri. Perkawinan diresmikan dan direstui
orang tua kedua belah pihak bersama sanak saudara, maka resmilah perkawinan
itu.
Cara perkawinan sebelum
Mokodoludut
Menurut
Penuturan Bapak B. Gilalom dari desa Poyowa Besar, yang pada saat itu wawancara
tgl 5 Pebruari 1977 telah berusia 75 tahun, bahwa sebelum Mokodoludut sebagai
Tompunu'on pertama, maka kehidupan masyarakat masih sangat sederhana. Belum ada
perbedaan tingkatan (kasten) atau golongan antara raja, keturunan raja
(kohongian), simpal, nonow, tahig, yobuat, seperti yang diadakan pada masa raja
Tadohe. Sistem perkawinan masih sangat sederhana, belum ada pembayaran maskawin
(yoko' atau tali') oleh orang tua pihak lelaki kepada orang tua pihak wanita.
Aabila seseorang pemuda yang sudah dewasa, dalam arti sudah cukup umur untuk
memasuki jenjang perkawinan, maka orang tua, dalam hal ini ayah, ibu atau paman
memberi petunjuk tentang apa yang akan dilakukan sebagai persiapan membentuk
rumah tangga baru. Pada waktu itu belum dikenal istilah guman (meminang). Seorang pemuda yang hendak
menikah, menyampaikan niatnya kepada orang tua, sekaligus memberi tahu gadis
yang hendak di nikahinya. Maka orang tua memberi petunjuk dengan contoh sebagai
berikut : " Ikolom I iko
maya' monginkayu, yo kayu tatua in dikabi' dia'anmu kom baloi na'a, pobaya' bi'
im baloi tatuata kong ginamu mako pobuloion (= besok kamu pergi meramu kayu api,
kayu itu jangan kamu bawa ke rumah ini, bawa ke rumah dimana tujuan hatimu
hendak menikahinya).Mo I baya' mangoy ki intatuata, ukatonmu monag ing kayu.
Kayu ki inta tuata ing kinota'auanmudon kon tuata ing ko gadi' kom bobai, o
aidanea I modungu' (= tiba
disana kau letakkan kayu itu. Kayu itu seperti yang kamu ketahui, disana ada
anak gadis, kerjaanya adalah memasak). Noponik
monik ta tuata, iko in nodia kong kayu, imbalu'ondon ing guranga, I lolaki
andeka bobai, yo baya'don ukat kon abu. Yo aka inabatan mangoi im bobai tatua
niatonmu pobuloion, bo no ibog in sia no podungu', mangalenya no ibog in sia ko
inimu. Tonga' bi' tua." (=
setelah naik engkau membawa kayu api, disapa oleh orang tua laki-laki atau
perempuan, letakkanlah didapur. Apabila disambut oleh gadis yang hendak kau
nikahi, lalu ia suka menggunakan memasak, berarti ia telah menerima engkau.
Hanya itu.
Na'a in no ibog in sia bo sinarimadon I ina'nya bo I ama'nya. Dapotea kai monia
: polat bidon mogutun kita tou motolu adi' (=
sekarang ia suka dan telah diterima oleh ibunya dan ayahnya, selanjutnya mereka
mengatakan : kita langsung tinggal bersama anak beranak). Setelah kedua anak
muda itu tinggal bersama dan disahkan sebagai suami isteri baru, selanjutnya
mereka akan mempersiapkan hal-hal yang diperlukan bagi kehidupan rumah tangga
(mopoto olut). Kedua suami isteri yang baru itu pergi menyiapkan antara lain : monontandai (membuat buluh air), moponik ko mama'an (memanjat pinang),moponik kon
obuyu' (memanjat sirih).
Waktu petang mereka pulang, isteri berjalan di depan menyandang buluh air,
suami berjalan di belakang memikul tandan pinang dan bungkusan sirih, karena
sirih dan pinang itu akan di mamah oleh ayah dan ibu mertua. Pada hari-hari
berikutnya, kedua suami isteri itu pergi momolit (menangkap ikan disungai dengan
alat bobolit, yaitu anyaman bilah-bilah bambu),
atau monikop (menangkap ikan di sungai). Bila
ada hasilnya, dibawa ke rumah diletakkan didepan ayah dan ibu mertua. Beberapa
hari kemudian mereka pergi mogibol (mengolah sagu hutan). Walaupun
hasilnya hanya sedikit, tetapi harus dibawa pulang sebelum matahari terbenam.
Karena bila dibawa pulang sesudah matahari terbenam, maka menurut kepercayaan,
sejak saat itu dan seterusnya, hasil olahan sagu akan tetap tidak mencukupi.
Juga menjadi kewajiban suami baru untuk pergi modapug,
yaitu memasak garam di pantai. Mereka yang tinggal di pedalaman, tentu saja
akan meninggalkan isteri dan orang tua. Walaupaun persediaan garam di rumah
masih cukup. Tetapi si menantu mohon restu kedua orang tua (mertuanya) untuk
pergi modapug. Maka yang harus dibawa pulang adalah : garam, ikan masak yang
dimasukkan dalam kayad,
yaitu ruas bambu yang ditutup dengan daun enau, serta kapur sirih. Disamping
itu, juga membawa lokan laut yang kelak akan dibakar, bila persediaan kapur
sirih sudah habis. Semuanya ini merupakan kesepakatan yang sudah ditetapkan
bersama. Karena hasil-hasil olahan yang dibawa pulang itulah yang merupakan yoko' atautali', semacam maskawin
pada zaman lampau. Cara pembayaran maskawin dengan piring antik, kain antik
(sikayu), dan sebagainya adalah pengaruh spanyol. Pendatang bangsa Spanyol
waktu itu pernah membawa seorang pemuda penduduk asli yang kuat fisik, gagah
berani dan perkasa bernama Antong, dikawinkan di Spanyol. Setelah ia kembali ke
sini, mereka membayar Yoko', semacam pemberian berupa piring antik, sikayu dan
lain-lain kepadanya.
Perkawinan sejak masa
Tadohe
Setelah adanya pembagian
tingkatan (kasten) oleh Tadohe (Sadohe), mulai ada pembayaran maskawin dengan
nilai yang berbeda-beda menurut tingkatan golongan, yaitu : mododatu,
kohongian, simpal, nonow, tahig, yobuat. Mula-mula masih ada persamaan bagi
desa-desa, namun lama kelamaan terjadi perbedaan disesuaikan dengan kondisi dan
situasi setempat melalui kesepakatan antara keluarga yang berniat mengawinkan
anak. Tentang tinggi rendah atau besar kecilnya nilai yoko' ditetapkan menurut
kesepakatan antara keluarga kedua belah pihak. Walaupun sudah ditetapkan dalam
adat, tapi masih dapat dirubah menurut musyawarah dan mufakat, karena ketentuan
dalam adatpun adalah hasil kesepakatan bersama antara pemerintah (kinalang) dan
rakyat (paloko). Bila kesepakatan adat itu tidak dilaksanakan dengan
sewajarnya, maka akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan sesuai odi-odi, yaitu semacam sumpah
untuk mengkokohkan hasil kesepakatan bersama. Mereka yang tidak mematuhi
ketentuan adat, akan mengalami hal-hal seperti antara lain : modara-darag na' kolawag (menjadi kuning seperti kunyit), tumonop na' lanag (meresap seperti air cucuran
atap),rumondi' na'buing (menjadi
hitam seperti arang), dan lain-lain.
Cara
peminangan :
Apabila
misalnya pemuda dari golongan simpal hendak meminang gadis kohongian (yang
lebih tinggi tingkatannya), maka taba' yaitu telangkai, seorang yang mewakili
keluarga pihak keluarga pihak pemuda untuk meminang, biasanya menggunakan
bahasa kiasan, umpamanya : "Aka kuma bo ayu'on
in indoi iput I mata kon tosingogon inta kodia-dia mangoi na'a yo tonga' mokisukur
kon dega' oyu'on bi' in yindoi iput I mata" (= jika sekiranya ada pandangan penerimaan dengan ekor mata
tentang ucapan yang hendak kami sampaikan ini, maka kami brsyukur atas
penerimaan walaupun hanya dengan ekor mata). Peminangan biasanya disampaikan
oleh seorang taba’ yaitu seorang yang diutus oleh keluarga pihak laki-laki.
Setelah ada penerimaan oleh pihak keluarga wanita, maka keluarga pihak
laki-laki bermusyawarah untuk lebih menguatkan kesungguhan peminangan, bahwa
peminangan telah disampaikan dengan sungguh, bukan hanya dengan setengah hati.
Maka keluarga pihak laki-laki bersama ayah dan ibu calon pengantin pria, menuju
ke rumah pihak wanita, untuk memperjelas (mogintarang) dan membenarkan
(mogintotu'u) tentang peminangan, bahwa peminangan sudah disampaikan
berdasarkan kesepakatan seluruh anggota keluarga dari pihak laki-laki. Setelah
mereka pulang karena sudah ada persetujuan dari keluarga pihak wanita,
disampaikanlah rencana tersebut kepada guhanga in lipu' (orang
tua kampung selaku pemangku adat). Ditetapkanlah waktu, kapan akan mengunjungi
lagi keluarga pihak wanita bersama-sama dengan para guhanga. Cara menyamapaikan
kepada guhanga in lipu' misalnya seperti berikut : "Barang nogama' don kon tala' na'anya, yo baeka
bo de'emanbi' momali' kom bayag in singog, tonga' mobui pa bo maya'
mongimbaloian kodia-dia don ing guhanga, simba niat ki inta na'a ing kombonu
don in tota'au ing guhanga ." (= karena sudah menentukan suatu beban, maka walaupun belum menetapkan
kesepakatan pembicaraan, namun alangkah baiknya bila kita bertandang lagi ke
rumah pihak wanita bersma dengan orang-orang tua kampung, agar hal ini sudah
sepengetahuan tua-tua kampung). Dari pihak wanita pun menyampaikan hal itu
kepada guhanga tentang peminangan terhadap anak gadis mereka, bahwa pihak
keluarga laki-laki sudah tiga kali berkunjung berkaitan dengan peminangan,
yaitu :
1. Guman (meminang yang disampaikan oleh taba' dari pihak laki-laki)
2. Kunjungan orang tua pihak laki-laki untuk membenarkan (mogintotu'u) dan memperjelas (mogintarang) tentang
peminangan itu.
3. Kunjungan pihak laki-laki dengan membawa serta para guhanga agar rencana
pernikahan sudah diketahui oleh orang tua kampung.
Ketiga fase ini sudah harus diketahui oleh para guhanga, walaupun belum
disampaikan kepada pemerintah (sangadi atau bobato dengan perangkatnya), supaya
bila guhanga melihat ada pemuda yang sering berkunjung ke rumah gadis yang
bukan tunangannya, maka para guhanga berhak menegur dia dengan mengatakan : "Iko nion dongka langow mako im baloi monia
tuata, sedang kinotota'auanmu kon ayu'on im paloma in tua kom baloi tatua" (= engkau ini seperti lalat yang selalu berkunjung ke
rumah itu pada hal engkau tahu bahwa di rumah itu ada seekor merpati). Juga ada
teguran oleh guhanga kepada oarang tua si pemuda, misalnya dengan mengatakan : "Bo moiko nion ing kogadi' lolaki yo dia' don
ambe mopota'au mai kong guhanga lipu'." (= kamu ini mempunyai anak laki-laki tapi tidak
memberi tahu kepada tua-tua kampung).
Setelah pertunangan antara pemuda dan gadis telah diketahui oleh para guhanga,
maka dibicarakanlah waktu untuk menetapkan kepastian pembicaraan (mopokobayag
kon singog). Dalam hal ini para guhanga hanya menjadi saksi. Bila sudah ada
kesepakatan tentang waktu pelaksanaan pernikahan antara kedua pihak, disaksikan
oleh guhanga dan disampaikan kepada pemerintah, maka diumumkanlah kepada
masyarakat bahwa : lelaki bernama … anak dari si … telah menyampaikan rencana
menikah engan gadis bernama si … anak dari si … dan sudah ada persetujuan dari
kedua belah pihak.